5/14/2012

packing house cabe


FISIOLOGI DAN TEKNOLOGI PASCA PANEN









Disusun Oleh:
Fadli Putro Budi Perwirakusuma          : H 1910006


PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012


A. Pendahuluan
Cabai pada dasarnya terdiri atas dua golongan utama yaitu cabai besar (capsicum annuum L) dan cabai rawit (Capsicum frutencens L). Cabai besar terdiri atas cabai merah (hot pepper/cabai pedas), cabai hijau, dan paprika (sweet pepper/cabai manis). Cabai merah besar terdiri dari cabai hibrida dan nonhibrida. Cabai rawit pun banyak ragamnya dan biasanya merupakan cabai lokal yang bukan hibrida (Prajnanta, 2007).
1.  Botani Cabai Rawit
Gambar 1. Cabai rawit (Capsicum frutencens L var. Cengek)

Cabai merupakan tanaman holtikultura yang cukup penting dan banyak dibudidayakan, terutama di pulau jawa. Cabai termasuk tanaman semusim (annual) berbentuk perdu, berdiri tegak dengan batang berkayu, dan banyak memiliki cabang. Tinggi tanaman dewasa antara 65120 cm. lebar mahkota tanaman 5090 cm (Setiadi, 2006).
Tanaman cabai mudah dikenali, yaitu tanaman yang berupa perdu yang berkayu yang tumbuh tegak mempunyai tinggi 5090 cm, dan batang cabai sedikit mengandung zat kayu, terutama yang dekat dengan permukaan tanah, tanaman cabai adalah tanaman yang memproduksi buah yang mempunyai gizi yang cukup tinggi. Tanaman cabai selain sebagai sayuran juga dapat digunakan sebagai tanaman obat (Setiadi, 2006).
Terdapat 3 macam buah cabai, yang besar agak pendek, besar panjang dan yang kecil (cabai rawit) cabai besar agak lonjong rasanya kurang pedas, berwarna merah dan hijau tetapi konsumen di Indonesia biasanya menyukai ketika masih berwarna hijau, untuk sayur, ataupun dimakan mentah sebagai lalap. Demikian pula cabai besar yang panjang kebanyakan dipetik setelah berwarna merah, sebagai pencampur sayur atau dikeringkan sebagai tepung (Kartasapoetra, 1988).
Tanaman cabai berasal dari benua Amerika, tepatnya Amerika Latin dengan garis lintang 0300LU dan 0300LS. (Setiadi, 2006). Prajnanta (2007) menambahkan bahwa tanaman cabai berasal dari Peru. Ada yang menyebutkan bahwa bangsa Meksiko kuno sudah menggemari cabai semenjak tahun 7000 jauh sebelum Colombus menemukan benua Amerika (1492). Christophorus Colombus kemudian menyebarkan dan mempopulerkan cabai dari benua Amerika ke Spanyol pada tahun 1492. Pada awal tahun 1500an, bangsa Portugis mulai memperdagangkan cabai ke Macao dan Goa, kemudian masuk ke India, Cina, dan Thailand. Sekitar tahun 1513 kerajaan Turki Usmani menduduki wilayah Portugis di Hormuz, Teluk Persia. Di sinilah orang Turki mengenal cabai. Saat Turki menduduki Hongaria, cabai pun memasyarakat di Hongaria. Cabai rawit banyak dibudidayakan diberbagai negara, hasilnya selain untuk mencukupi kebutuhan sendiri, karena banyak dibutuhkan di negaranegara yang berhawa dingin (Kartasapoetra, 1988).
2. Taksonomi Cabai Rawit
Klasifikasi tanaman cabai menurut Wiryanta (2006) adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Sub Divisio : Angiospermae
Classis : Dicotyledonae
Ordo : Solanales
Familia : Solanaceae
Sub Familia : Solanaceae
Genus : Capsicum
Spesies : Capsicum frutencens L var. Cengek
3.  Morfologi Cabai
a.  Akar
Akar cabai merupakan akar tunggang yang kuat dan bercabang-cabang ke samping membentuk akar serabut, akar serabut bisa menembus tanah sampai kedalaman 50 cm dan menyamping selebar 45 cm (Setiadi, 2006).
Sedangkan menurut Prajnanta (2007), Perakaran tanaman cabai merupakan akar tunggang yang terdiri atas akar utama (primer) dan akar lateral (sekunder). Dari akar lateral keluar serabutserabut akar (Akar tersier). Panjang akar primer berkisar 3550 cm. Akar lateral menyebar sekitar 3545 cm.
b.  Batang
Batang utama cabai tegak lurus dan kokoh, tinggi sekitar 3037,5 cm, dan diameter batang antara 1,53 cm. Batang utama berkayu dan berwarna coklat kehijauan. Pembentukan kayu pada batang utama mulai terjadi mulai umur 30 hari setelah tanam (HST). Setiap ketiak daun akan tumbuh tunas baru yang dimulai pada umur 10 hari setelah tanam namun tunastunas ini akan dihilangkan sampai batang utama menghasilkan bunga pertama tepat diantara batang primer, inilah yang terus dipelihara dan tidak dihilangkan sehingga bentuk percabangan dari batang utama ke cabang primer berbentuk huruf Y, demikian pula antara cabang primer dan cabang sekunder.
Pertambahan panjang cabang diakibatkan oleh pertumbuhan kuncup ketiak daun secara terusmenerus. Pertumbuhan semacam ini disebut pertumbuhan simpodial. Cabang sekunder akan membentuk percabangan tersier dan seterusnya. Pada akhirnya terdapat kirakira 715 cabang per tanaman (tergantung varietas) apabila dihitung dari awal percabangan untuk tahapan pembungaan I, apabila tanaman masih sehat dan dipelihara sampai pembentukan bunga tahap II percabangan dapat mencapai 2123 cabang (Prajnanta, 2007).
c.  Daun
Daun cabai berwarna hijau muda sampai hijau gelap tergantung varietasnya. Daun ditopang oleh tangkai daun. Tulang daun berbentuk menyirip. Secara keseluruhan bentuk daun cabai adalah lonjong dengan ujung daun meruncing (Prajnanta, 2007).
d. Bunga
Umumnya suku Solanaseae, bunga cabai berbentuk seperti terompet (hypocrateriformis). Bunga cabai tergolong bunga yang lengkap karena terdiri dari kelopak bunga (calyx), mahkota bunga (corolla), benang sari (stamen), dan putik (pistilum). Alat kelamin jantan (benang sari) dan alat kelamin betina (putik) pada cabai terletak dalam satu bunga sehiingga disebut berkelamin dua (hermaprodit). Bunga cabai biasanya menggantung, terdiri dari 6 helai kelopak bunga berwarna kehijauan dan 5 helai mahkota bunga berwarna putih. Bunga keluar dari ketiak daun.
Tangkai putik berwarna putih dengan kepala putik berwarna kuning kehijauan. Dalam satu bunga terdapat 1 putik dan 6 benang sari, tangkai sari berwana putih dengan kepala sari berwarna biru keunguan. Setelah terjadi penyerbukan akan terjadi penbuahan. Pada saat pembentukan buah, mahkota bunga rontok tetapi kelopak bunga tetap menempel pada buah (Prajnanta, 2007).
4. Spesies cabai Rawit
Cabai rawit (Capsicum frutencens L) adalah spesies yang paling luas dibudidayakan dan paling penting secara ekonomis, dan meliputi buah manis dan pedas dengan berbagai bentuk dan ukuran. Bentuk yang didomistikasi diklasifikasikan sebagai Capsicum annuum varietas annuum; anggota liarnya adalah Capsicum. annuum varietas aviculare. Tampaknya, spesies ini didometikasi sekitar wilayahh Meksiko dan Guatemala. Cabai rawit (Capsicum frutescens L) adalah spesies semidomistikasi yang ditemukan di dataran rendah tropika Amerika. Selain itu, Asia Tenggara merupakan dikenal sebagai daerah keragaman sekunder (Yamaguci, 1999).
5.  Budidaya Produk
a.  Penanaman Cabai
Keberhasilan usaha produksi cabai rawit sangat ditentukan oleh aspek teknis budidaya di lapangan. Beberapa hal yang harus diperhatikan dengan baik dalam pelaksanaan teknis budidaya tanaman cabai merah, adalah sebagai berikut :
1.    Pemakaian benih cabai rawit yang unggul yang tidak terkontaminasi virus.
2.    Ketersediaan air yang cukup sepanjang periode tanam atau sepanjang tahun.
3.    Pola tanaman yang baik dan sesuai dengan iklim.
4.    Pengolahan tanah yang disesuaikan dengan kemiringan lereng dan arah lereng.
5.    Pemberantasan hama dan penyakit tanaman cabai rawit dilaksanakan secara teratur sesuai dengan kondisi serangan hama dan penyakit.
6.    Cara panen serta penanganan pasca panen cabai rawit yang baik dan benar.
Keberhasilan produksi cabai rawit sangat dipengaruhi oleh dari dan ditentukan oleh kualitas benih yang digunakan. Sifat unggul tersebut dicerminkan dan tingginya produksi, ketahanan terhadap hama dan penyakit serta tingkat adaptasi tinggi terhadap perubahan iklim.
Tanah selesai diolah selanjutnya dibuat bedeng-bedeng yang lebar dan panjangnya disesuaikan dengan petakan lahan yang ada dengan maksud untuk menjaga tanaman sedimikan rupa sehingga bebas dari genangan air. Bedeng dibuat dengan panjang 10-12 m, lebar 110-120 cm, dan tinggi disesuaikan dengan musim tanam. Pada musim penghujan tinggi bedeng dibuat 40-50 cm, sedangkan pada musim kemarau dapat dibuat antara 30-40 cm.
Penanaman bibit cabai rawit di lahan budidaya dilakukan pada jarak, tanam 70 cm antar barisan dan 60 cm di dalam barisan. Untuk pertanaman produksi cabai merah konsumsi, pembibitan jarak tanam dapat dibuat dalam barisan yang lebih rapat lagi. Di antara barisan dibuat garitan sedalam 10-15 cm, yaitu untuk menyebarkan pupuk kandang (15 ton/ha) dan pupuk buatan (N, P dan K).
Jenis dan jumlah pupuk anorganik untuk tanah seluas 1 Ha yaitu dapat mencapai sebesar 200-250 kg urea, ZA 500-600 kg, TSP 400-450 kg dan KCl 300-350 kg. Setelah pupuk anorganik ditebar, segera permukaan tanah ditutup dengan menggunakan plastik perak, hitam yang berfungsi untuk menghindari hilangnya pupuk akibat sinar matahari dan hujan.
b.  Pemeliharaan Tanaman Cabai
1.    Perempelan, yaitu kegiatan membuang tunas-tunas baru yang tumbuh pada batang utama, pada saat tanaman berumur 45-50 hari setelah tanam.
2.    Penyulaman, yaitu mengganti bibit yang rusak atau mati karena berbagai sebab di lapangan. Jumlah bibit persediaan untuk cadangan berkisar antara 5-10 % dari jumlah kebutuhan total kebutuhan.
3.    Pengajiran, merupakan alat bantu yang terbuat dari belahan bambu yang berfungsi membantu tegaknya tanaman cabai rawit. Dibuat dengan ukuran panjang 125-150 cm, lebar 4 cm dan tebal 2 cm.
4.    Pengairan, sangat penting terutama setelah bibit di tanam di lapang. Diberikan dengan cara pengairan intensif sehingga tanamit seperti Antraknosa (patek) bercak daun, layu bakteri, layu fusarium, penyakit mosaik daun dan lain-lain. Pengendalian dengan cara penyemprotan obat-obatan insektisida dan fungsida tertentu dapat dilakukan setelah tanaman berumur lebih dari 20 hari setelah tanam.
5.    Prasarana, yaitu berupa fasilitas kebun seperti saluran drainase, selokan dan jalan kebun yang ditata sedemikian rupa sehingga dapat menghindarkan tanaman dari kekeringan maupun genangan yang berkepanjangan.
6.    Kebersihan lingkungan, pemeliharaan kebersihan sehingga lokasi pertanaman dapat dibebaskan dari segala benda atau bahan-bahan tanaman yang membusuk.
c.  Pemanenan Cabai
Umumnya buah cabai rawit dipetik apabila telah masak penuh, ciri-cirinya seluruh bagian buah berwarna rawit. Di dataran rendah masa panen pertama adalah pada umur 75-80 hari setelah tanam, dengan interval waktu panen 2-3 hari. Sedangkan di dataran tinggi agak lambat yaitu pada tanaman berumur 90-100 hari setelah tanam dengan interval panen 3-5 hari. Secara umum interval panen buah cabai rawit berlangsung selama 1,5-2 bulan. Produksi puncak panen adalah pada pemanenan hari ke-30 yang dapat menghasilkan 1-1,5 ton untuk sekali panen. Buah cabai rawit yang dipanen tepat masak dan tidak segera dipasarkan akan terus melakukan proses pemasakan, sehingga perlu adanya penempatan khusus. Oleh karena itu hasil produksi cabai rawit sebaiknya ditempatkan pada ruang yang sejuk, terhindar dari sinar matahari, cukup oksigen dan tidak lembab.
6.  Nilai Gizi Produk
Menurut Setiadi (2006), cabai rawit paling banyak mengandung vitamin A dibandingkan cabai lainnya. Cabai rawit segar mengandung 11.050 SI vitamin A, sedangkan cabai rawit kering mengandung mengandung 1.000  SI. Sementara itu, cabai hijau segar hanya mengandung 260 vitamin A, cabai merah segar 470, dan cabai merah kering 576 SI.
Cabai mengandung protein, lemak, karbohidrat, kalsium (Ca), fosfor (P), besi (Fe), vitaminvitamin (salah satunya adalah vitamin C) dan mengadung senyawa-senyawa alkaloid, seperti kapsaisin, flavonoid, dan minyak esensial (Prajnanta, 2007).
Tabel Komposisi Zat Gizi Pada Cabai Rawit
No
Komposisi zat gizi
Proporsi kandungan gizi


Segar
Kering
1
Kalori (Kal)
103,00
2
Protein (g)
4,70
15,00
3
Lemak (g)
2,40
11,00
4
Karbohidrat (g)
19,90
33,00
5
Kalsium (mg)
45,00
150,00
6
Fosfor (mg)
85,00
7
Vitamin A (Si)
11050,00
1.000,00
8
Zat besi (mg)
2,50
9,00
9
Vitamin B1 (mg)
0,08
0,50
10
Vitamin C (mg)
70,00
10,00
11
Air(g)
71,20
8,00
12
Bagian yang dapat dimakan (%)
90,00
(Sumber: Rukmana, 2002)
Selain untuk sayuran, cabai mempunyai kegunaan yang lain. Dengan beberapa keunggulan tersebut, cabai dianggap penting untuk bahan ramuan industri makanan, minuman maupun farmasi. Malahan, dengan kandungan vitamin A yang tinggi, selain bermanfaat untuk kesehatan mata, cabai juga cukup manjur untuk menyembuhkan sakit tenggorokan. karena rasanya yang pedas (mengandung capsicolsemacam minyak atsiri yang tinggi) (Setiadi, 2006).
Cabai bisa menggantikan fungsi minyak gosok untuk mengurangi pegalpegal, rematik, sesak nafas, juga gatalgatal. Dengan ketajaman aromanya, cabai juga digunakan untuk menyembuhkan radang tenggorokan akibat udara dingin serta mengatasi polio (Setiadi, 2006).
Menurut hasil penelitian Departemen Kesehatan cabai cukup manjur untuk mengobati sakit perut, mulas, bisul, iritasi kulit dan sekaligus untuk stimulan (perangsang) misalnya merangsang nafsu makan (Setiadi, 2006).
7. Hasil Olahan
Cabai rawit rasanya sangat pedas, sangat baik dijadikan saus, sambal atau dikeringkan dijadikan tepung. Tepung cabai banyak diperlukan baik oleh perusahaan pembuat makanan dan pembuat atau pencampur obat tradisional. Harganya mahal, oleh karena itu kalau para petani membudidayakan tanaman ini, sebaiknya sebagian hasilnya diolah menjadi tepung untuk di ekspor (Kartasapoetra, 1988).
B. Potensi Jumlah Produksi di Indonesia
Konsumsi rata-rata cabai untuk rumah tangga di Jawa adalah 5,937 gram/kapita/hari (2,2 kg/kapita/hari). Pemakaian di perkotaan sedikit lebih rendah dibandingkan dengan pedesaan (5,696 gram/kapita/hari untuk perkotaan dan 5,900 gram/kapita/hari untuk pedesaan). DKI Jakarta (melalui Pasar Induk Keramat Jati) merupakan daerah tujuan pasar tertinggi dibandingkan dengan propinsi lainnya di Jawa. Jenis cabai yang banyak dikonsumsi di perkotaan adalah cabai merah, kemudian cabai rawit dan hijau. Sedangkan pemakaian di pedesaan terbanyak adalah cabai rawit, kemudian cabai merah dan hijau.
Permintaan cabai rata-rata untuk keperluan industri (sedang dan besar) adalah 2.221 ton pada tahun 1990. Permintaan ini meningkat menjadi 3.419 ton pada tahun 1993. Permintaan tersebut diduga terus meningkat sejalan dengan meningkatnya permintaan yang datang dari industri olah lanjut. Sedangkan konsumsi rumah tangga pada tahun 1990 di Jawa mencapai 233.600 ton, pada tahun 1998 konsumsi cabai rumah tangga di Jawa diperkirakan mencapai 258.100 ton dan tahun 2000 diproyeksikan mencapai 264.100 ton.
Industri yang menggunakan cabai di antaranya adalah industri pengawetan daging, pelumatan buah dan sayuran, industri tepung dari padi-padian dan kacang-kacangan, mie, roti atau kue, kecap, kerupuk dan sejenisnya, bumbu masak dan makanan lainnya.

Tabel 1. Konsumsi Cabai Rata-rata untuk Rumah Tangga di Jawa
No
Propinsi
Konsumsi  (ton/hari)
Total
C. Merah
C. Hijau
C. Rawit
1
DKI Jakarta
42,20
6,80
16,10
65,30
2
Jawa Barat
81,00
20,50
97,70
199,20
3
Jawa Tengah
55,20
17,10
98,30
170,60
4
Yogyakarta
35,40
2,00
9,70
47,10
5
Jawa Timur
30,50
6,20
157,40
194,10
Sumber : LPM IPB dan Kantor Depnaker Bogor, 1997. Peluang Bisnis Hortikultura. Bahan Pelatihan Pembentukan Pemuda Mandiri Profesional Profesional Melalui Peran serta Perguruan Tinggi Menjadi Pengusaha Pemula 1997.

C. Potensi Permintaan Pasar di Dunia Global
1.  Ekspor dan Impor
Berbagai jenis cabai telah di diekspor ke luar negeri, diantaranya dalam bentuk cabai segar atau dingin, cabai kering dan saus cabai. Volume ekspor cabai segar pada tahun 1986 sekitar 2.197 kg dengan nilai US $ 1.098 dan pada tahun 1986 meningkat hingga mencapai 135.368 kg nilai ekspor US $ 117.714. Ekspor tertinggi terjadi pada tahun 1992, sebesar 623.878 kg. Sedangkan ekspor cabai kering pada tahun 1996 adalah 35.174 kg dengan nilai US $ 12.117 dan meningkat lebih besar dibandingkan dengan cabai segar, yakni mencapai 485.450 kg per Septermber 1996 dengan nilai US $ 2.145.235. Perkembangan volume dan nilai ekspor cabai pada periode 1986-1996 di sajikan secara rinci dalam tabel 2.
Di sisi lain, Indonesia juga mengimpor berbagai jenis cabai dan cabai olahan dari berbagai negara. Volume impor cabai dari berbagai negara tersebut cukup berfluktuasi. Dalam dua tahun terakhir, angka impor cabai mengalami penurunan, dan pada tahun 1996 mencapai 1.788.760 kg. Kondisi ini menunjukkan bahwa kebutuhan cabai atau cabai olahan di dalam negeri masih belum dapat dipenuhi oleh petani (industri cabai di Indonesia).
Tabel 2. Volume dan Nilai Ekspor/Impor Cabai Indonesia 1986-1996
Tahun
V. Ekspor (Kg)
Nilai Ekspor
Volume
Impor (Kg)
Nilai Impor
(US $)
Cabai Segar
Cabai Kering
Cabai Segar
Cabai Kering
1986
1987
1988
1989
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
2.197
25.778
550
37.330
12.930
349.509
623.878
554.325
565.747
493.499
135.368
35
283
10.500
160.745
97.677
101.357
342.200
220.990
328.406
591.848
485.450
1.098
12.307
164
12.168
2.012
146.248
191.989
129.098
152.028
223.654
117.714
12.117
1.224
6.512
214.610
114.026
117.742
219.909
238.583
543.657
1.518.310
2.145.235
3.558.491
2.952.688
2.521.469
3.132.175
1.999.970
1.266.467
1.014.245
2.761.549
4.843.943
1.566.101
1.788.760
2.096.219
1.944.624
1.626.669
2.201.127
1.373.248
888.066
758.553
2.081.157
3.417.580
1.328.527
1.677.794
Sumber : BPS di olah oleh Dit Bina Usaha Tani dan Pengolahan Hasil , April 1998
2.  Potensi Pasar Global
Pada periode 1992-1995 permintaan cabai meningkat dengan pertumbuhan rata-rata 22,09 % per tahun, sedangkan pada tahun 1995-1997 di proyeksikan meningkat sebesar 28,79 %. Permintaan tersebut di duga akan meningkat terus sejalan dengan pertumbuhan penduduk dan perkembangan industri pengolahan makanan. Kecendrungan permintaan terhadap cabai dapat diikuti dalam Tabel 3.

Tabel 3. Perkiraan Permintaan Cabai Untuk Rumah Tangga DI Jawa 1998-2000 (Ribuan Ton/Tahun)
Jenis Cabe
1998
2000
Cabai Merah
Cabai Hijau
Cabai Rawit
91.80
23.10
143.20
93.90
23.60
146.40
Total Permintaan Cabai
258.10
264.10
Sumber : LPM IPB dan Kantor Depnaker Bogor, 1997. Peluang Bisnis Hortikultura. Bahan Pelatihan Pembentukan Pemuda Mandiri Profesional Profesional Melalui Peran serta Perguruan Tinggi Menjadi Pengusaha Pemula 1997.

D. Packing House Operation
Pengertian packing house operation adalah persiapan yang dilakukan yang mungkin hanya pada tanaman dalam jumlah terbatas dan dipersiapkan untuk pasar tertentu. Setelah panen tanaman hortikultura harus dibersihkan, disortir dan biasanya dikemas jika mereka akan dijual di pasar untuk menjaga produk tetap segar. Biasanya prosedur ini berlangsung di rumah pengemasan dari berbagai jenis, baik itu tempat tinggal kecil atau tempat pengemasan berukuran besar dengan peralatan otomatis.
Menyiapkan bahan sesuai keperluan pembeli
Pengkelasan sesuai tuntutan pasar
Menampung sementara sebelum dipasarkan
Packing house cenderung menjadi titik fokus untuk industri hortikultura lokal dan pusat informasi dapat juga dimanfaatkan untuk kemasan komoditas yang berbeda dalam musim yang berbeda. Selain itu packing house juga bertujuan untuk menyiapkan bahan sesuai dengan kebutuhan konsumen yang menginginkan produk yang berkualitas, pengkelasan produk yang disesuaikan dengan tuntutan pasar dan dapat digunakan sebagai tempat penampungan produk sementara sebelum dipasarkan agar produk terjaga kualitasnya.  Untuk ekspor produk segar, packing house merupakan bagian penting dari operasi pada saat seleksi, penilaian dan pengendalian mutu yang disiplin. Berbagai faktor yang harus dipertimbangkan ketika merencanakan packing house meliputi:
  • operasi;
  • peralatan dan fasilitas;
  • lokasi;
  • desain dan bahan konstruksi;
  • manajemen.
1.  Penanganan Pasca Panen
Periode pasca panen adalah mulai dari produk tersebut dipanen sampai produk tersebut dikonsumsi atau diproses lebih lanjut. Cara penanganan dan perlakuan pasca panen sangat menentukan mutu yang diterima konsumen dan juga masa simpan atau masa pasar. Namun demikian, periode pasca panen tidak bisa terlepas dari sistem produksi, bahkan sangat tergantung dari sistem produksi dari produk tersebut. Cara berproduksi yang tidak baik mengakibatkan mutu panen tidak baik pula. Sistem pascapanen hanyalah bertujuan untuk mempertahankan mutu produk yang dipanen (kenampakan, tekstur, cita rasa, nilai nutrisi dan keamanannya) dan memperpanjang masa simpan dan masa pasar (Utama, 2005).
Pasca panen merupakan salah satu kegiatan penting dalam menunjang keberhasilan agribisnis. Meskipun hasil panennya melimpah dan baik, tanpa penanganan pasca panen yang benar maka resiko kerusakan dan menurunnya mutu produk akan sangat besar, seperti diketahui bahwa produk terutama holtikultura pertanian bersifat mudah rusak, mudah busuk, dan tidak tahan lama, hal ini menyebabkan pemasarannya sangat terbatas dalam waktu maupun jangkauan pasarnya sehingga butuh penanganan pasca panen yang baik dan benar (Setiadi, 2006).
a.  Sortasi
Penanganan pasca panen dilakukan segera setelah buah dipetik. Kemudian ditebar (dianginanginkan) (Setiadi, 2006). Setelah itu dilakukan sortasi (pemilahan), dalam sortasi ini dipilahpilah antara cabai yang masih utuh dan sehat, cabai utuh tetapi abnormal, cabai yang rusak sewaktu pemanenan, dan cabai yang terserang hama dan penyakit. Biasanya untuk sortasi dilakukan dengan cara manual karena bentuk cabai rawit yang kecil dan panjang sehingga sulit dilakukan dengan bantuan alat.
b.  Pembersihan
Pada proses pembersihan cabai bertujuan untuk menghilangkan kotoran yang menempel pada bahan. Cara pembersihan dapat dilakukan dengan penyemprotan air menggunakan spray washing.
c. Trimming (Perompesan)
Pada proses perompesan ini, cabe rawit yang telah dipanen dihilangkan bagian yang tidak dikehendaki seperti batang dan daun yang ikut terpetik saat dipanen. Proses trimming biasanya dilakukan secara manual menggunakan tangan atau memakai alat bantu potong.
d.  Grading
Setelah melakukan pemilahan selanjutnya dilakukan grading yaitu penggolongan cabe rawit berdasarkan warna, kualitas dan ukuran buah setelah itu buah dimasukkan ke dalam karung goni dan langsung dijual ke pasar (Prajnanta, 2007).
Gambar 2. Alat Grading Berdasarkan Warna
e.  Pengemasan
Pengemasan dilakukan untuk melindungi atau mencegah cabai dari kerusakan mekanis, menciptakan daya tarik bagi konsumen, dan memberikan nilai tambah serta memperpanjang umur simpan produk (Azahari, 2004).
Pengemasan cabai dapat dilakukan dengan cara dikemas dalam karung untuk memudahkan proses pengangkutan, dengan kardus ataupun plastik untuk proses penyimpanan suhu rendah. Pengemasan cabai dalam bungkus plastik dapat timbul udara termodifikasi yang dapat menguntungkan. Udara yang telah mengalami perubahan itu menghambat pematangan dan memperpanjang umur simpan hasil. Pengemasan memberikan keuntungan dari segi kesehatan. Setiap wadah tertutup dapat ikut membantu menghindarkan barang dari debu atau terhindar dari kontaminasi zatzat yang merugikan (Susanto, 1994).
Menurut Pantastico (1993), keuntungan-keuntungan yang diperoleh dari pengemasan banyak sekali diantaranya adalah:
1. Merupakan unit penanganan yang efisien.
2. Merupakan unit penyimpanan yang mudah disimpan di gudang-gudang atau rumah.
3. Melindungi mutu dan mengurangi pemborosan.
4.  Memberikan perlindungan terhadap kerusakan mikanik.
5.  Memberi perlidungan terhadap kehilangan air.
6.  Memungkinkan penggunaan udara termodifikasi yang dapat menguntungkan.
7.  Memberi barang yang bersih dan memenuhi persyaratan kesehatan.
8.  Memberikan pelayanan dan motivasi penjualan.
9.  Mengurangi biaya pengangkutan dan pemasaran.
10.Memungkinkan penggunaan caracara pengangkutan yang baru.
Perlakuan kemas dapat mempertahankan warna dasar dari cabai rawit (kuning kemerahan). Warna bisa dipertahankan atau yang hampir sama dengan warna setelah dipanen. Warna dikatakan indikator terhadap kesegaran, apabila kenampakan masih terlihat aslinya atau warna dasar tidak terjadi perubahan. Warna yang ditimbulkan pada perlakuan yang dikemas serta pada suhu penyimpanan yang sesuai tingkat kecerahan dapat dipertahankan. Sebaliknya perlakuan yang tidak dikemas tingkat kecerahannya semakin menurun (pudar). Hal ini erat hubungannya dengan respirasi karena sebagian perubahan terjadi sesudah buah cabai dipanen, perubahan warna menjadi pudar akan menhilangkan kesegaran buah yang dan menurunkan kualitas cabai rawit.
Perlakuan dibungkus (dikemas) juga dapat mempertahankan capcaisin dari cabai rawit. Hal ini disebabkan oleh minimalisirnya kerja enzim sehingga metabolisme dalam cabai rawit juga terhambat, sehingga kandungan kapsaisin tetap bertahan (Arifin, 2010).
f.  Penyimpanan
Selama proses penyimpanan cabe rawit terjadi perubahan kimiawi yang dapat merubah penampilan, citarasa, dan kualitasnya. Perubahan yang disebabkan oleh kerja enzim yang mengakibatkan perubahan semakin cepat terjadi berbeda dengan yang dipanen dalam kondisi belum terlalu tua sehingga perubahan agak lambat disebabkan karena mengandung gula yang rendah dan lebih tinggi zat tepung (Sumoprastowo, 2004).
Salah satu cara menjaga agar cabe rawit tetap segar dalam waktu yang agak lama adalah dengan menekan kerja enzim. Hal itu dilakukan dengan cara menyimpan pada suhu rendah karena dapat menghambat aktivitas pertumbuhan mikroba.
Penyimpanan yang biasa dilakukan adalah dalam refrigerator atau ruang pendingin. Cara ini dianggap paling efektif untuk mencegah kerusakan cabai. Penyimpanan dalam suhu dingin tidak dapat meningkatkan kualitas produk. Oleh karena itu, cabai yang disimpan dalam suhu dingin harus dipanen dalam kondisi prima. Sebaiknya panen dilakukan pada pagi hari dan segera disimpan dalam refrigerator untuk mempertahankan kualitasnya serta mencegah hilangnya vitamin yang terkandung di dalamnya.
Tujuan utama penyimpanan adalah pengendalian laju transpirasi, respirasi, infeksi, dan mempertahankan cabai rawit dalam bentuk yang paling berguna bagi konsumen. Umur simpan dapat diperpanjang dengan pengendalian penyakitpenyakit pasca panen, pengaturan atmosfer, perlakuan kimia, penyinaran, pengemasan serta pendinginan (Pantastico, 1993).
Tujuan penyimpanan suhu dingin (cool storage) adalah untuk mencegah kerusakan tanpa mengakibatkan pematangan abnormal atau perubahan yang tidak diinginkan sehingga mempertahankan komoditas dalam kondisi yang dapat diterima oleh konsumen selama mungkin. Pendinginan pada suhu di bawah 100 C kecuali pada waktu yang singkat tidak mempunyai pengaruh yang menguntungkan bila komoditas itu peka terhadap cacat suhu rendah (chilling injury).
Salah satu perubahan yang sangat mencolok selama penyimpanan adalah berat susut dan pigmen (zat warna). Dengan turunnya kandungan klorofil, maka pigmenpigmen lainnya dapat bertambah atau berkurang pada suhu simpan, kemasan, dan varietasnya.
Cara penyimpanan dan lama penyimpanan yang tepat dapat menghambat laju respirasi cabai rawit sehingga kandungan vitamin C yang ada di dalam cabai rawit dapat dipertahankan. Vitamin C disamping larut dalam air juga mudah teroksidasi. Oksidasi akan terhambat bila vitamin C dibiarkan pada suhu rendah. Kehilangan vitamin C terjadi sepanjang tahapan penyimpanan mulai dari pencucian, blansing, pemotongan, dan penghancuran. Rusaknya jaringanjaringan akan menghilangkan vitamin C karena oksidasi. Umumnya kehilangan vitamin C terjadi bila jaringan yang rusak dan terkena udara. Kehilangan vitamin C lebih lanjut dapat terjadi di rumah tangga selama penyimpanan dengan wadah terbuka Selama penyimpanan kehilangan vitamin C akan berlangsung terus.
Kandungan air dalam cabai rawit merupakan indikasi dari tingkat kesegaran sehingga sangat berpengaruh terhadap mutu, terutama mutu fisik. Hal tersebut terjadi karena proses metabolisme yang terjadi selama dalam penyimpanan dapat mengakibatkan perubahan komponen non air terutama karbohidrat. Penyimpanan cabai rawit dengan dibungkus dengan suhu rendah dapat mempertahankan kesegaran dan mutu cabai rawit.
Di bawah ini merupakan desain packing house yang digunakan untuk produk cabe yang meliputi proses operasi yang lengkap dengan kapasitas pabrik.
Gambar 3. Denah Packing House Cabe Rawit
2.  Kriteria Mutu
no
Jenis uji
Satuan

Persyaratan




Mutu I
Mutu II
Mutu III
1
Keragaman warna
%
merah > (95)
merah > (95)
merah > (95)
2
keseragaman bentuk
%
seragam (98)
seragam (98)
seragam (98)
3
keseragaman ukuran
%
98 normal
96 normal
95 normal

a. Cabai merah besar segar





panjang buah
cm
12-14
09-11
< 9

garis tengah pangkal
cm
1,5-1,7
1,3-<1,5
 < 1,3

b. Cabai merah keriting





panjang buah
cm
> 12-17
 10-<12
< 10

garis tengah pangkal
cm
> 1,3-1,5
1,0-<1,3
< 1,0
4
kadar kotoran
%
1
2
3
5
tingkat kerusakan & busuk





a. Cabai merah besar
%
0
1
2

b. Cabai merah keriting
%
0
1
2
Sumber: SNI 1998


E. Kesimpulan
1.  Budidaya cabai rawit dipengaruhi oleh bibit yang digunakan, ketersediaan air, pola tanam, pengolahan tanah, pemberantasan hama, cara panen dan cara pasca panen.
2.  Pemeliharaan tanaman cabai rawit dapat dilakukan dengan cara perempelan, pengajiran, penyulaman, pengairan, prasarana dan kebersihan lingkungan.
3.  Cabai mengandung protein, lemak, karbohidrat, kalsium (Ca), fosfor (P), besi (Fe), vitaminvitamin (salah satunya adalah vitamin C) dan mengadung senyawa-senyawa alkaloid, seperti kapsaisin, flavonoid, dan minyak esensial.
4.  Hasil pengolahan cabai rawit dapat berupa saus, sambal dan tepung cabai.
5.  Packing house operation pada cabai rawit dilakukan dengan cara sortasi, pembersihan, trimming, grading, pengemasan dan penyimpanan.
6. Perlakuan kemas dapat mempertahankan warna dasar dari cabai rawit (kuning kemerahan) dan capcaisin.
7.  Cara penyimpanan dan lama penyimpanan yang tepat dapat menghambat laju respirasi cabai rawit sehingga kandungan vitamin C yang ada di dalam cabai rawit dapat dipertahankan.













DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Ihsanul. 2010. Pengaruh Cara dan Lama Penyimpanan Terhadap Mutu Cabai Rawit (Capsicum frutencens L var. Cengek). Skripsi Pada Jurusan Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi. Universitas Islam Negeri (UIN) Malang.  

Azahari, D. H. 2004.Cara Penanganan Pasca Panen yang Baik Good Handling Practices (GHP) Komoditi Holtikultura. Rajawali. Jakarta

Kartasapoetra, A. 1988. Teknologi Budidaya Tanaman Pangan Di Daerah Tropik. Bina aksara. Jakarta

LPM IPB dan Kantor Depnaker Bogor. 1997. Peluang Bisnis Hortikultura. Bahan Pelatihan Pembentukan Pemuda Mandiri Profesional Profesional Melalui Peran serta Perguruan Tinggi Menjadi Pengusaha Pemula 1997.

Pantastico, E. R. 1993. Fisiologi Pasca Panen, Penanganan dan Pemanfaatan Buah-Buahan dan Sayuran Tropika dan Subtropika. Diterjemahkan Oleh Kamariyani. Gadja Mada Universitas Press. Yogyakarta

Prajnanta, F. 2007. Agribisnis Cabai Hibrida. Penebar Swadaya. Jakarta

Rukmana, R. 2002. Usaha Tani Cabai Rawit. Kanisius. Yogyakarta

Setiadi. 2006. Cabai Rawit Jenis dan Budaya. Penebar Swadaya. Jakarta


Susanto, T., Bambang H. dan Suhardi. 1994. Fisiologi dan Teknologi Pasca Panen. Akademika. Yogyakarta

Sumoprastowo. 2004. Memilih dan Menyimpan Sayur-Mayur,Buah-Buahan,dan Bahan Makanan. Bumi Aksara. Jakarta

Utama, I. 2005. Pascapanen Produk Segar Hortikultura. Universitas Udayana. Denpasar

Wiryanta. 2006. Bertanam Cabai pada Musim Hujan. Agromedia. Tangerang

Yamaguchi, M. dan Vincent. 1999. Sayuran Dunia 1. ITB. Bandung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar