A. Pendahuluan
1. Latar Belakang
Mikroorganisme yang ada di alam ini mempunyai morfologi, struktur dan sifat-sifat yang khas, begitu pula dengan bakteri. Bakteri merupakan organisme mikroskopis yang mempunyai ciri-ciri : tubuh uniseluler, tidak berklorofil, bereproduksi dengan membelah diri, habitatnya dimana-mana (tanah, air, udara, dan makhluk hidup), dan aktif bergerak pada kondisi lembab. Beberapa bentuk bakteri yaitu basil, kokus, dan spirilum. Bentuk-bentuk tersebut dapat menunjukkan karakteristik spesies bakteri, tetapi bergantung pada kondisi pertumbuhannya. Hal ini dipengaruhi oleh keadaan lingkungan, medium, dan bakteri.
Bakteri bersifat transparan dan berukuran sangat kecil sehingga tidak dapat dilihat dengan mata telanjang. Salah satu cara untuk mengetahui struktur, morfologi, dan sifat kimia bakteri sehingga mudah untuk diidentifikasi ialah dengan metode pengecatan atau pewarnaan. Zat warna yang biasa dijadikan untuk mengecat bakteri adalah methylene blue, basic fuchsin, dan crystal violet. Zat warna ini menghasilkan warna (chromophore) yang bermuatan positif sehingga bakteri yang bermuatan negatif menarik chromophore kationik.
Prinsip dasar dari pewarnaan ini adalah adanya ikatan ion antara komponen selular dari bakteri dengan senyawa aktif dari pewarna yang disebut kromogen. Terjadi ikatan ion karena adanya muatan listrik baik pada komponen seluler maupun pada pewarna. Berdasarkan adanya muatan ini maka dapat dibedakan pewarna asam dan pewarna basa. Dalam kondisi pH mendekati netral dinding sel bakteri cenderung bermuatan negatif, sehingga pewarna asam yang bermuatan negatif akan ditolak oleh dinding sel, maka sel tidak berwarna. Pewarna asam ini disebut pewarna negatif. Contoh pewarna asam misalnya : tinta cina, larutan Nigrosin, asam pikrat, eosin dan lain-lain. Pewarnaan basa bisa terjadi pada senyawa pewarna bersifat positif, sehingga akan diikat oleh dinding sel bakteri dan sel bakteri jadi terwarna dan terlihat. Contoh dari pewarna basa misalnya methylene blue, kristal violet, safranin dan lain-lain. Beberapa pengecatan yang kita kenal ialah pengecatan tunggal atau sederhana dan pengecatan majemuk. Pengecatan tunggal ialah pengecatan yang hanya digunakan satu macam zat warna saja, misalnya fuchsin, crystal violet atau methylene blue.
Sementara itu, pengecatan majemuk ialah pengecatan yang menggunakan lebih dari satu macam zat warna. Dalam pengecatan majemuk kita kenal pengecatan Gram, Ziehl-Nielsen, klein, Burn Gins, dll. Pengecatan tunggal hanya bertujuan untuk melihat bentuk sel, sedangkan pengecatan majemuk dapat membedakan karakteristik suatu morfologi tertentu. Kebanyakan bakteri mudah bereaksi dengan pewarna-pewarna sederhana karena sitoplasmanya bersifat basofilik (suka akan basa) sedangkan zat-zat warna yang digunakan untuk pewarnaan sederhana umumnya bersifat alkalin (komponen kromoforiknya bermuatan positif). Sebelum melakukan pengecatan bakteri, dibuat dahulu film di atas gelas objek dari suspensi bakteri. Tujuan pembuatan film adalah mematikan sel bakteri dengan cepat tanpa merusak morfologinya dan melekatkan sel bakteri ke permukaan gelas objek. Perlunya mengetahui morfologi dan pewarnaannya adalah agar bakteri dapat digunakan sesuai sifat dan fungsinya dalam berbagai kebutuhan terlebih dalam pangan.
2. Tujuan
Mempelajari morfologi bakteri dan membedakan jenis bakteri.
B. Tinjauan Pustaka
Struktur dan komposisi flagel bakteri berbeda dengan flagel eukaroita. Atansemen dan jumlah flagel bervariasi pada setiap jenis bakteri. Flagel dapat dijumpai di kutub sel atau disepanjang permukaan sel. Pada dasarnya struktur flagel pada bakteri adalah sama, kecuali pada spirochaeta. Jumlah dan letak flagel bervariasi. Bakteri pseudomonas Sp. mempunyai satu flagel yang terletak di ujung (kutub) sel yang disebut monotrikus. Bakteri spirilum Sp. mempunyai 2 flagel yang terletak dikedua ujung (kutub) yang disebut amfitrik. Bakteri spirilum Sp. juga dapat mempunyai banyak flagel yang terletak di ujung (kutub) sel yang disebut lofotrikus. Bakteri E.Coli dan proteus Sp. mempunyai flagel disekujur tubuh selnya yang disebut peritrikus (Albert, 1994).
Bacillus subtilis merupakan bakteri Gram-positif yang berbentuk batang, dan secara alami sering ditemukan di tanah dan vegetasi. Bacillus subtilis tumbuh di berbagai mesophilic suhu berkisar 25-35 derajat Celsius. Bacillus subtilis juga telah berevolusi sehingga dapat hidup walaupun di bawah kondisi keras dan lebih cepat mendapatkan perlindungan terhadap stres situasi seperti kondisi pH rendah (asam), bersifat alkali, osmosa, atau kondisi oksidatif, dan panas atau etanol. Bakteri ini hanya memiliki satu molekul DNA yang berisi seperangkat set kromosom. Beberapa keunggulan dari bakteri ini adalah mampu mensekresikan antibiotik dalam jumlah besar ke luar dari sel. Sedangkan Escherichia coli termasuk dalam famili Enterobacteraceae yang termasuk Gram negatif dan berbentuk batang yang fermentatif. E. coli hidup dalam jumlah besar di dalam usus manusia, yaitu membantu sistem pencernaan manusia dan melindunginya dari bakteri patogen. Akan tetapi pada noda baru dari E. coli merupakan patogen berbahaya yang menyebabkan penyakit diare dan sindrom diare lanjutan serta hemolitik uremik. Peranan yang mengguntungkan adalah dapat dijadikan percobaan limbah di air, indikator pada level pencemaran air serta mendeteksi patogen pada feses manusia yang disebabkan oleh Salmonella typhi. Endospore adalah organisme yang dibentuk dalam kondisi yang stres karena kurang nutrisi, yang memiliki kemungkinan untuk tetap berlanjut di lingkungan sampai kondisi menjadi baik (Fajriana, 2008).
Bakteri bersifat transparan dan berukuran sangat kecil sehingga tidak dapat dilihat dengan mata telanjang. Salah satu cara untuk mengetahui struktur, morfologi, dan sifat kimia bakteri sehingga mudah untuk diidentifikasi ialah dengan metode pengecatan atau pewarnaan. Zat warna yang biasa dijadikan untuk mengecat bakteri adalah methylene blue, basic fuchsin, dan crystal violet. Zat warna ini menghasilkan in warna (chromophore) yang bermuatan positif sehingga bakteri yang bermuatan negatif menarik chromophore kationik (Feitriani, 2008).
Sel bakteri dapat teramati dengan jelas jika digunakan mikroskop dengan perbesaran 100x10 yang ditambah minyak imersi. Jika dibuat preparat ulas tanpa pewarnaan, sel bakteri sulit terlihat. Pewarnaan bertujuan untuk memperjelas sel bakteri dengan menempelkan zat warna ke permukaan sel bakteri. Zat warna dapat mengabsorbsi dan membiaskan cahaya, sehingga kontras sel bakteri dengan sekelilingnya ditingkatkan. Zat warna yang digunakan bersifat asam atau basa. Pada zat warna basa, bagian yang berperan dalam memberikan warna disebut kromofor dan mempunyai muatan positif. Sebaliknya pada zat warna asam bagian yang berperan memberikan zat warna memiliki muatan negatif. Zat warna basa lebih banyak digunakan karena muatan negatif banyak banyak ditemukan pada permukaan sel. Contoh zat warna asam antara lain Crystal Violet, Methylene Blue, Safranin, Base Fuchsin, Malachite Green dll. Sedangkan zat warna basa antara lain Eosin, Congo Red dll (Anonim a, 2011).
Pewarnaan sederhana menggunakan satu macam zat warna (biru metilen atau air fukhsin) tujuan hanya untuk melihat bentuk sel. Pewarnaan sederhana, merupakan pewarna yang paling umum digunakan. Berbagai macam tipe morfologi bakteri (kokus, basil, spirilum, dan sebagainya) dapat dibedakan dengan menggunakan pewarna sederhana, yaitu mewarnai sel-sel bakteri hanya digunakan satu macam zat warna saja. Kebanyakan bakteri mudah bereaksi dengan pewarna-pewarna sederhana karena sitoplasmanya bersifat basofilik (suka akan basa) sedangkan zat-zat warna yang digunakan untuk pewarnaan sederhana umumnya bersifat alkalin (komponen kromoforiknya bermuatan positif) (Anonimb, 2011).
Pada pewarnaan negatif merupakan suatu pewarnaan yang bukan untuk mewarnai bakteri, tetapi digunakan untuk mewarnai latar belakangnya menjadi hitam gelap. Metode ini meliputi pencampuran mikroorganisme di dalam setetes tinta India atau nigrosin lalu menyebarkannya di atas sebuah kaca obyek yang bersih. Teknik ini berguna untuk menentukan morfologi dan ukuran sel (Hadioetomo, 1993).
Berdasarkan sifatnya, zat warna dibedakan atas zat warna asam yang merupakan garam-garam dari asam-asam pembawa warna dengan radikel basa yang tidak berwarna. Misalnya adalah acid fuchsin, eosin dan sebagainya. Yang kedua zat warna basa yang merupakan garam-garam dari basa-basa pembawa warna dengan radikel asam yang tidak berwarna. Misalnya adalah hematoxilyn, basic fuchin dan sebagainya (Suntoro, 1983).
Pewarnaan gram merupakan salah satu prosedur yang amat penting dan paling banyak digunakan dalam klasifikasi bakteri. Dengan metode ini, bakteri dapat dipisahkan secara umum menjadi dua kelompok besar, yaitu organisme yang dapat menahan kompleks pewarna primer ungu Kristal iodium sampai pada akhir prosedur (gram positif) dan organisme yang kehilangan kompleks warna ungu kristal pada waktu pembilasan dengan alkohol namun kemudian terwarnai oleh pewarna tandingan (Gram negatif). Dengan demikian masing-masing mempunyai kegunaan yang berbeda (Hadioetomo, 1990).
Jika teknik pewarnaan tepat, Gram positif bakteri akan tampak ungu dan Gram negatif bakteri akan merah muda. Jika spesies gram terlalu pucat untuk dilihat maka disesuaikan dengan diafragma, kemudian dapat melakukan pewarnaan kedua tetapi berhenti setelah dicuci dengan air iodine. Pada bakteri gram warna ungu lebih mudah untuk mengamati. Untuk motilitas pengamatan segar akan menghasilkan jumlah bakteri yang sama dalam setetes air bawah coverslip (tidak panas, tidak ada noda) (Koning, 1994).
Langkah dekolorisasi merupakan salah satu proses penting yang sebagian besar sumber noda inkonsistensi gram. Hal ini dimungkinkan karena terlalu lama meninggalkan alkohol dan mendapatkan sel Gram-positif dengan warna merah. Hal ini juga dimungkinkan karena dekolorisasi yang menghasilkan sel Gram-negatif dengan warna ungu. Situasi ini terjadi karena adanya perubahan reaksi gram untuk organisme yang bernoda. Sebaliknya, mereka adalah salah satu hasil karena teknik yang buruk pada bagian pewarnaan Gram (Bayona, 2008).
Secara garis besar berdasar pengecatan gram, bakteri dikelompokkan menjadi 2, yaitu Gram positif dan Gram negatif. Bakteri Gram positif adalah bakteri yang mempertahankan zat warna gram A yang mengandung kistal violet, sewaktu proses pewarnaan gram. Bakteri jenis ini akan berwarna ungu di bawah mikroskop, sedangkan bakteri Gram negatif akan berwarna merah atau merah muda, karena warna ungu dapat dilunturkan kemudian mengikat cat gram D sebagai warna kontras. Perbedaan klasifikasi antara kedua jenis bakteri ini terutama didasarkan pada perbedaan struktur dinding sel bakteri. Pada bakteri Gram positif susunan lebih sederhana terdiri atas 2 lapis namun memiliki lapisan peptidoglikan yang tebal sementara pada dinding sel bakteri lebih kompleks terdiri atas 3 lapis namun lapisan peptidoglikan tipis (Juliantina, 2007).
Pada pewarnaan tahan asam yang umum digunakan pada masa kini merupakan hasil perbaikan teknik Ehrlich yang asli, yaitu pewarnaan Ziehl-Neelsen. Prosedur ini menggunakan pewarna utama dengan pemanasan dan biru metilena Loeffler sebagai pewarna tandingan. Pada modifikasi teknik ini yang berkembang kemudian, perlakuan panas diganti dengan penggunaan pembasah untuk menjamin penetrasi, pewarna yang mengandung bahan pembasah ini disebut pewarna kinyoun (Hadioetomo, 1993).
Dinding sel bakteri Gram positif berbeda dari bakteri Gram negatif. Pada bakteri Gram positif menyusut oleh perlakuan alkohol karena terjadinya dehidrasi, menyebabkan pori-pori dinidng sel menutup sehingga mencegah larutnya kompleks ungu kristal iodium pada langkah pemucatan. Gram negatif mempunyai kandungan lipid yang lebih tinggi pada dinding selnya dan lipid pada umunya larut dalam alkohol dan aseton. Larutnya lipid oleh pemucatan yang digunakan dalam pewarnaan gram diduga memperbesar pori-pori dinding sel dan inilah yang menyebabkan proses pemucatan pada sel-sel gram negatif berlangsung lebih cepat (Purwoko, 2007).
C. METODOLOGI
I. Alat dan Bahan
1. Pewarnaan Negatif
Alat dan Bahan Analisis :
a) Gelas objek
b) Gelas penutup
c) Batang gelas
d) Jarum oose
e) Rak tabung reaksi
f) Bunsen burner atau Bunsen spirtus
g) Label dan tissue
h) Mikroskop cahaya
i) Minyak emersi
j) Biakan murni Bacillus sp. dan Escherichia coli dalam tabung reaksi
k) Nigrosin
2. Pewarnaan Acid-Fast
a) Gelas objek dan gelas penutup
b) Jarum oose
c) Rak tabung reaksi
d) Bunsen burner atau Bunsen spirtus
e) Label dan tissue
f) Mikroskop cahaya
g) Minyak emersi
h) Aquades steril
l) Biakan murni Bacillus sp. dan Escherichia coli dalam tabung reaksi
i) Larutan car Ziehl Neelsen carbol fuchsin (ZN A)
j) Larutan peluntur alkohol asam (ZN B)
k) Larutan penutup Loeffler methlyne blue (ZN C)
3. Pewarnaan Gram
a) Gelas objek dan gelas penutup
b) Pipet tetes
c) Batang gelas
d) Jarum oose
e) Rak tabung reaksi
f) Bunsen burner atau Bunsen spirtus
g) Label dan tissue
h) Mikroskop cahaya
i) Biakan murni Bacillus sp. dan Escherichia coli dalam tabung reaksi
j) Larutan cat Huker’s crystal violet (Gram A)
Larutan mordan Lugol’s iodine (Gram B)
Larutan Peluntur Alkohol-Aseton (Gram C)
Larutan cat warna tandingan Safranin (Gram D)
k) Alkohol 70%
l) Minyak emersi
m) Aquades steril
II. Cara Kerja
1. Pewarnaan Negatif
Gelas objek dibersihkan dengan alkohol 70% sehingga bebas lemak dan debu kemudian dipanaskan dengan api bunsen |
Suspensi biakan murni lactobacillus sp. diambil dengan ose secara aseptik dan diletakkan diatas gelas objek |
Diambil sedikit larutan cat nigrosin dengan batang gelas, dicampur dengan suspensi bakteri kemudian diratakan dengan batang gelas sehingga menjadi lapisan tipis |
Preparat diamati dengan mikroskop cahaya |
Preparat dikering-anginkan |
Sel bakteri digambar dengan latar belakang diarsir, diulangi untuk biakan murni E.coli |
2.
Gelas objek dibersihkan dengan alkohol 70% sehingga bebas lemak dan debu kemudian dipanaskan dengan api bunsen |
Diambil biakan murni lactobacillus sp kemudian disuspensi dalam aquades dan diratakan seluas ±1 cm. |
Diambil aquades steril secara aseptic dan diletakkan diatas gelas objek |
Preparat dikering anginkan lalu difiksasi di atas lampu spiritus |
Digambar hasil pengamatan, diberi keterangan kemudian diulangi untuk biakan murni E.coli |
Preparat didinginkan lalu dicuci dengan tetesan air dan dikering anginkan. |
Dicuci dengan zat peluntur (ZN B) sampai zat peluntur yang mengalir terlihat kemerah-merahan |
Dicuci kembali dengan tetesan air lalu dikering anginkan |
Preparat ditetesi dengan larutan zat penutup (ZN C) selama 30 detik lalu dicuci dengan tetesan air |
Dikering anginkan lalu diamati dengan mikroskop. |
Ditetesi larutan cat utama (ZN A) berlebih dan dipanasi dengan api bunsen selama 5-10 menit. |
3.
Gelas objek dibersihkan dengan alkohol 70% sehingga bebas lemak dan debu kemudian dipanaskan dengan api bunsen |
Diambil aquades steril secara aseptic dan diletakkan diatas gelas objek |
Bakteri lactobacillus sp 1 oose diambil secara aseptik dan diletakkan pada gelas benda, demikian juga untuk biakan lainnya |
Dikeringanginkan dan difiksasi di atas api bunsen |
Setelah dingin ditetesi dan diratakan cat utama (Gram A) sebanyak dan dibiarkan selama 1 menit |
Dicuci dengan air mengalir kemudian dikering-anginkan |
Ditetesi dengan larutan iodine (Gram B) dan dibiarkan 1 menit, dicuci dengan air mengalir dan dikering-anginkan |
Preparat dicuci dengan larutan peluntur alkohol-aseton (Gram C) selama ± 30 detik kemudian dicuci dengan tetesan air dan dikering-anginkan |
Diberi larutan safranin (Gram D) selama 1 menit, dicuci dengan tetesan air dan dikering-anginkan |
Preparat diamati dengan mikroskop perbesaran kuat. Bakteri gram positif berwarna violet, gram negatif berwarna merah |
Hasil-hasil pengecatan bakteri digambar dengan diberi keterangan mengenai bentuk sel dan warna |
Salam kenal, postingnya lumayan lengkap. hanya saja mungkin perlu dirapikan lagi dan gambar-gambarnya dilengkapi supaya mudah dibaca. Jika ada waktu luang, mampir balik ke blog saya ya di www.zonabiokita.blogspot.com salam Biologi
BalasHapusTerima kasih atas infonya
BalasHapus