5/05/2011

asidimetri


A.                 Hasil dan Pembahasan
Pada laporan ini akan membahas mengenai titrasi asam-basa dalam menentukan kadar basa suatu larutan. Yang dimaksud dengan titrasi adalah penambahan titran ke dalam analit didasarkan pada proses pengukuran volume titran. Pada titrasi terdapat syarat-syarat yang harus dipenuhi, seperti reaksi harus berlangsung cepat agar mengefiensikan waktu, reaksi harus berlangsung kuantitatif dan tidak ada reaksi samping, pada saat kesetaraan antara zat yang dititrasi dan penitrasi harus ada perubahan yang nyata sehingga dapat ditunjukkan dengan adanya perubahan indikator yang digunakan, serta harus ada zat atau alat yang dapat digunakan untuk menentukan titik akhir titrasi.
Penentuan kadar basa dilakukan dengan titrasi asidimetri. Yang dimaksud dengan titrasi asidimetri adalah penentuan kadar basa dari suatu contoh dengan menggunakan larutan baku standar dengan indikator pH yang sesuai. Larutan baku standar asam digunakan sebagai titran dan larutan yang akan ditentukan kadar basanya digunakan sebgai titrat. Pada titrasi asidimetri ini menggunakan larutan basa Na2HCO3 yang dititrasi menggunakan larutan HCl. Sebelum digunakan untuk menitrasikan, HCl harus distandarisasikan terlebih dahulu karena HCl merupakan larutan baku sekunder yang mudah dipengaruhi oleh CO2 dalam udara sehingga harus dibakukan dahulu menggunakan zat baku primer. Yang dimaksud dengan larutan baku primer adalah zat baku yang langsung setelah ditimbang secara aalitik dapat digunakan dalam titrasi dan dapat dihitung zat yang dianalisa yang terdapat dalam cuplikan yang setara dengannya, pada titrasi ini yang dipakai adalah larutan borak (Na2B4O7). Karena adanya reaksi antara borak, HCl dan H2O maka akan menghasilkan NaCl dan H3BO3 dimana H3BO3 merupakan asam lemah yang dimana nanti akan bereaksi dengan larutan basa sehingga dapat diketahui kadar basanya.

Tabel 1.1 Hasil Standarisasi HCl dengan Larutan Baku Primer Na2B4O7
kelas
N
HCl
V HCl
(ml)
N
Na2B4O7
V Na2B4O7
(ml)
Perubahan
warna
A
0,3
3,5
0,1
10
bening ke kekuningan menjadi pink
B
0,062
16,25
0,1
10
bening ke
merah muda
Sumber : Laporan Sementara

Dari hasil standarisasi praktikum dengan menggunakan Na2B4O7 0,1 N sebanyak 10 ml, pada kelas A terjadi perubahan warna dari bening kekuningan menjadi merah muda pada saat 3,5 ml sedangkan pada kelas B terjadi perubahan warna yang sama pada saat 16,25 ml. Karena Na2B4O7 dan HCl berbanding lurus, maka dapat diketahui bahwa N HCl pada kelas A sebesar 0,3 N dan pada kelas B sebesar 0,062 N. Berdasarkan hasil tersebut dikatakan tidak sesuai dengan HCl yang akan digunakan pada penentuan kadar basa karena nilai normalitas yang digunakan seharusnya sebesar 0,1 N atau 0,5 N. Hal itu dapat terjadi dikarenakan pada pengukuran volume yang tidak tepat, penghentian pada perubahan warna yang kurang pada kelas A dan berlebih pada kelas B  serta pembacaan volume pada buret yang tidak tepat, selain itu juga dapat dipengaruhi adanya udara luar (CO2) yang berlebih.

Tabel 1.2  Hasil Penentuan Kadar Basa
sampel
kel
berat (gr)
V HCl
(ml)
N
HCl
perubahan warna
pH
kadar basa
(%)
soda
1
2,5
9,5
0,5
kuning-merah
0,4
20,14
abu 
2
2,5
9,5
0,5
kuning-merah
0,4
20,14

8
2,5
36
0,1
kuning-merah
2,2
15,26

9
2,5
39
0,1
kuning-merah
2,2
16,54
soda
3
2,5
8,4
0,5
kuning-pink
1,5
14,11
kue 
4
2,5
7,5
0,5
kuning-pink
7,3
12,60

10
2,5
27,7
0,1
kuning-pink
0,7
9,31

11
2,5
25,4
0,1
jingga-merah
5,2
8,53
boraks
7
2,5
6,45
0,5
kuning-pink
7,4
26,06

14
2,5
11,5
0,1
kuning-orange
2,3
46,46
caustic
5
2,5
15,5
0,5
kuning-pink
0,6
12,40
soda 
6
2,5
18
0,5
kuning-pink
1,6
14,40

12
2,5
54
0,1
kuning-jingga
2,6
8,64

13
2,5
40,5
0,1
kuning-jingga
1,7
6,48
            Sumber : Laporan Sementara

Pada titrasi penentuan kadar basa dilakukan dengan menggunakan sampel soda abu, soda kue, borak dan caustic soda yang masing-masing seberat 2,5 gram tetapi dengan dua nilai normalitas HCl yang berbeda, yaitu 0,1 N dan 0,5 N. Untuk soda abu terjadi perubahan warna dari kuning menjadi merah pada penambahan HCl sebanyak 9,5 ml dan pH 7,4. Pada HCl 0,5 N didapatkan kadar basa sebesar 20,14 % sedangkan pada HCl 0,1 N didapatkan kadar basa rata-rata sebesar 15,9 %. Untuk soda kue terjadi perubahan warna dari kuning menjadi merah muda pada penambahan HCl sebanyak 37,5 ml dan pH 2,2 pada HCl 0,5 N dengan kadar basa rata-rata sebesar 13,36 % sedangkan pada HCl 0,1 N saat penambahan HCl sebanyak 7,95 ml dengan pH 4,4 dan kadar basa rata-rata sebesar 8,92 %. Untuk borak terjadi perubahan warna dari kuning menjadi merah muda saat penambahan HCl sebanyak 6,45 ml dengan pH  7,4 pada HCl 0,5 N dengan kadar basa sebesar 26,06 % sedangkan pada HCl 0,1 N terjadi perubahan warna dari kuning menjadi orange saat penambahan HCl sebanyak 11,5 ml dengan pH 2,3 dan kadar basa sebesar 46,46 %. Untuk caustic soda HCl 0,5 N terjadi perubahan warna dari kuning menjadi merah muda saat penambahan HCl sebanyak 11,75 ml dengan pH 1,1 dan kadar basa rata-rata sebesar 13,4 % sedangkan pada HCl 0,1 N terjadi perubahan warna dari kuning menjadi jingga saat penambahan HCl sebanyak 47,25 ml dengan pH 2,15 dan kadar basa rata-rata sebesar 7,56 %.
Berdasarkan dari semua hasil praktikum, kadar basa tertinggi terjadi saat penggunaan HCl 0,1 N dengan perubahan warna dari kuning ke orange dengan penambahan HCl sebanyak 11,5 ml pada pH 2,3 yang kadar basanya sebesar 46,46 % sedangkan kadar basa terendah terjadi saat penggunaan HCl 0,1 N dengan perubahan warna dari kuning menjadi jingga dengan penambahan HCl sebanyak 40,5 ml pada pH 1,7 yang kadar basanya sebesar 6,48 %. Faktor yang mempengaruhi terhadap kadar basa adalah nilai normalitas (semakin tinggi nilai normalitasnya maka semakin tinggi pula kadar basanya), jumlah penambahan titran (semakin banyak volume yang ditambahkan maka semakin besar pula kadar basanya), nilai BM (semakin banyak nilai BM-nya maka semakin besar pula kadar basanya) dan berat sampel (semakin besar berat sampel maka akan semakin kecil kadar basanya). 

Tabel 1.3  Hasil Pembuatan Kurva Titrasi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar